Abad 21 dipenuhi dengan aksi terorisme di berbagai tempat. Indonesia juga sudah cukup sering mengalaminya. Aksi teror adalah aksi kekerasan ...
Abad 21 dipenuhi dengan aksi terorisme di berbagai tempat. Indonesia juga sudah cukup sering mengalaminya. Aksi teror adalah aksi kekerasan untuk menyebarkan rasa takut dan perpecahan di dalam masyarakat. Kerusakan dan derita yang diciptakannya amatlah besar.
Agama juga kerap menjadi dasarnya. Berulang kali Presiden Jokowi berusaha menyangkalnya. Namun, data dan fakta tak bisa diabaikan. Pemahaman agama yang sempit dan sesat kerap menjadi dasar bagi aksi teror di abad 21, termasuk di Indonesia.
Akar Masalah
Masalahnya terletak pada pola pendidikan agama yang salah. Agama dianggap sebagai kebenaran mutlak. Pertanyaan dan perbedaan pendapat disingkirkan. Agama menjadi ideologi tertutup yang membuat mata buta dan nurani menjadi cacat.
Pendidikan agama yang salah menciptakan identitas yang terbatas. Orang melihat dirinya sebagai umat beragama tertentu. Ikatan kelompok lain melemah, bahkan dianggap tiada. Identitas diri menjadi sempit, dan tak sejalan dengan kenyataan hidup sebagaimana adanya.
Tak hanya sempit, identitas agama pun menjadi narsis. Ia merasa, bahwa agamanya paling hebat, walaupun semua data menunjukkan sebaliknya. Ia merasa, agamanya bisa menyelamatkan dunia, walaupun semua data juga menunjukkan sebaliknya. Inilah yang disebut sebagai identitas agama yang narsis dan megalomaniak. Ia merasa hebat, walaupun kenyataannya, agama yang sempit itu terus merusak kedamaian hidup bersama.
Di Indonesia, agama juga kerap kali dipergunakan untuk kepentingan politik busuk. Pemahaman agama menjadi sangat dangkal, dan bahkan membenarkan kekerasan, seperti aksi terorisme bernapaskan agama yang sering terjadi di Indonesia. Pemerintah sudah lama tahu akan hal ini. Namun, karena berbagai alasan, pembiaran terus saja dilakukan.
Arti Penting Zen
Di dalam keadaan semacam ini, kehadiran spiritualitas amatlah dibutuhkan. Pada hemat saya, dari semua bentuk spiritualitas yang ada, Zen (arti harafiah: meditasi) adalah yang paling sederhana. Ia langsung menusuk ke inti kehidupan, tanpa banyak terjebak pada ritual maupun doa-doa yang tak bermakna. Ia bersifat spontan, langsung dan membangunkan orang dari keterlenaan.
Zen hendak membangunkan kita dari keterlenaan tentang identitas. Identitas sejati kita adalah diri kita yang sejati. Ia berada sebelum pikiran dan emosi muncul. Ia jernih dan memberikan kedamaian dari saat ke saat.
Diri sejati kita bisa disebut sebagai kesadaran murni. Ia adalah kehidupan itu sendiri. Ia berada sebelum semua identitas sosial diberikan. Ia berada sebelum agama.
Ketika mendengar suara, cukup sadari ada suara. Ketika merasa dingin atau panas, cukup sadari ada rasa di kulit. Ketika emosi meluap, cukup sadari keberadaan emosi tersebut. Ketika ada pikiran menyakitkan, cukup sadari keberadaan pikiran itu. Ini dilatih terus, tanpa henti.
Ketika gagal, cukup sadari, lalu coba lagi. Ketika berhasil, cukup sadari. Ketika berjalan, cukup sadari sentuhan kaki ke tanah. “Cukup sadari” menjadi semboyan hidup yang membangunkan dari saat ke saat.
Kesadaran lalu menjadi teman sejati. Ia adalah diri kita yang sebenarnya. Kita lebih tenang dan jernih menyingkapi berbagai keadaan. Kita menjadi hidup seutuhnya.
Di titik ini, identitas kita menjadi seluas semesta. Kita melihat diri kita sama dengan semua mahluk di alam semesta. Identitas sosial menjadi relatif. Ia dipergunakan seperlunya saja.
Tidak ada lagi identitas sempit yang narsis dan megalomaniak. Tidak ada lagi pemahaman agama yang sempit dan penuh kekerasan. Tidak ada lagi perasaan lebih tinggi ataupun lebih mulia dari manusia ataupun mahluk hidup lainnya. Yang ada hanya kejernihan dari saat ke saat.
Dari kejernihan, pertimbangan akal sehat dan nurani yang jernih bisa dilakukan. Keputusan akan lebih sesuai dengan keadaan yang nyata. Kepentingan diri pun melemah, sehingga pertimbangan menjadi semakin terbuka untuk semua mahluk. Saat ke saat, ini perlu dilatih terus.
Melampaui Agama
Zen itu melampaui agama. Ia tidak terkait dengan iman terhadap agama apapun. Ia adalah jalan untuk sampai pada pencerahan dan pembebasan. Ia menjadi alat anti terorisme yang paling jitu, asal diterapkan sesuai dengan kaidahnya.
Maka, setiap agama harus mendalami Zen. Hanya dengan begitu, orang-orang yang beragama bisa menyentuh inti spiritualitas terdalam kehidupan. Kejernihan dan kedamaian adalah buahnya. Terorisme bernapaskan agama pun bisa dilenyapkan dari muka bumi ini. Jangan ditunda lagi.
Agama juga kerap menjadi dasarnya. Berulang kali Presiden Jokowi berusaha menyangkalnya. Namun, data dan fakta tak bisa diabaikan. Pemahaman agama yang sempit dan sesat kerap menjadi dasar bagi aksi teror di abad 21, termasuk di Indonesia.
Akar Masalah
Masalahnya terletak pada pola pendidikan agama yang salah. Agama dianggap sebagai kebenaran mutlak. Pertanyaan dan perbedaan pendapat disingkirkan. Agama menjadi ideologi tertutup yang membuat mata buta dan nurani menjadi cacat.
Pendidikan agama yang salah menciptakan identitas yang terbatas. Orang melihat dirinya sebagai umat beragama tertentu. Ikatan kelompok lain melemah, bahkan dianggap tiada. Identitas diri menjadi sempit, dan tak sejalan dengan kenyataan hidup sebagaimana adanya.
Tak hanya sempit, identitas agama pun menjadi narsis. Ia merasa, bahwa agamanya paling hebat, walaupun semua data menunjukkan sebaliknya. Ia merasa, agamanya bisa menyelamatkan dunia, walaupun semua data juga menunjukkan sebaliknya. Inilah yang disebut sebagai identitas agama yang narsis dan megalomaniak. Ia merasa hebat, walaupun kenyataannya, agama yang sempit itu terus merusak kedamaian hidup bersama.
Di Indonesia, agama juga kerap kali dipergunakan untuk kepentingan politik busuk. Pemahaman agama menjadi sangat dangkal, dan bahkan membenarkan kekerasan, seperti aksi terorisme bernapaskan agama yang sering terjadi di Indonesia. Pemerintah sudah lama tahu akan hal ini. Namun, karena berbagai alasan, pembiaran terus saja dilakukan.
Arti Penting Zen
Di dalam keadaan semacam ini, kehadiran spiritualitas amatlah dibutuhkan. Pada hemat saya, dari semua bentuk spiritualitas yang ada, Zen (arti harafiah: meditasi) adalah yang paling sederhana. Ia langsung menusuk ke inti kehidupan, tanpa banyak terjebak pada ritual maupun doa-doa yang tak bermakna. Ia bersifat spontan, langsung dan membangunkan orang dari keterlenaan.
Zen hendak membangunkan kita dari keterlenaan tentang identitas. Identitas sejati kita adalah diri kita yang sejati. Ia berada sebelum pikiran dan emosi muncul. Ia jernih dan memberikan kedamaian dari saat ke saat.
Diri sejati kita bisa disebut sebagai kesadaran murni. Ia adalah kehidupan itu sendiri. Ia berada sebelum semua identitas sosial diberikan. Ia berada sebelum agama.
Ketika mendengar suara, cukup sadari ada suara. Ketika merasa dingin atau panas, cukup sadari ada rasa di kulit. Ketika emosi meluap, cukup sadari keberadaan emosi tersebut. Ketika ada pikiran menyakitkan, cukup sadari keberadaan pikiran itu. Ini dilatih terus, tanpa henti.
Ketika gagal, cukup sadari, lalu coba lagi. Ketika berhasil, cukup sadari. Ketika berjalan, cukup sadari sentuhan kaki ke tanah. “Cukup sadari” menjadi semboyan hidup yang membangunkan dari saat ke saat.
Kesadaran lalu menjadi teman sejati. Ia adalah diri kita yang sebenarnya. Kita lebih tenang dan jernih menyingkapi berbagai keadaan. Kita menjadi hidup seutuhnya.
Di titik ini, identitas kita menjadi seluas semesta. Kita melihat diri kita sama dengan semua mahluk di alam semesta. Identitas sosial menjadi relatif. Ia dipergunakan seperlunya saja.
Tidak ada lagi identitas sempit yang narsis dan megalomaniak. Tidak ada lagi pemahaman agama yang sempit dan penuh kekerasan. Tidak ada lagi perasaan lebih tinggi ataupun lebih mulia dari manusia ataupun mahluk hidup lainnya. Yang ada hanya kejernihan dari saat ke saat.
Dari kejernihan, pertimbangan akal sehat dan nurani yang jernih bisa dilakukan. Keputusan akan lebih sesuai dengan keadaan yang nyata. Kepentingan diri pun melemah, sehingga pertimbangan menjadi semakin terbuka untuk semua mahluk. Saat ke saat, ini perlu dilatih terus.
Melampaui Agama
Zen itu melampaui agama. Ia tidak terkait dengan iman terhadap agama apapun. Ia adalah jalan untuk sampai pada pencerahan dan pembebasan. Ia menjadi alat anti terorisme yang paling jitu, asal diterapkan sesuai dengan kaidahnya.
Maka, setiap agama harus mendalami Zen. Hanya dengan begitu, orang-orang yang beragama bisa menyentuh inti spiritualitas terdalam kehidupan. Kejernihan dan kedamaian adalah buahnya. Terorisme bernapaskan agama pun bisa dilenyapkan dari muka bumi ini. Jangan ditunda lagi.
Oleh. Dr. phil. Reza A. A Wattimena, SA., M.Hum
Kunjungi: rumahfilsafat.com
No comments