Page Nav

HIDE
GRID_STYLE
FALSE
FADE

Left Sidebar

TO-RIGHT
Wednesday, April 30

Pages

Breaking News

Jemmy Manan: Ini Faktor Permintaan Wisata Hiu Paus di Perairan Kwatisore TNTC

Bukan isapan jempol semata bahwa perairan Kwatisore  adalah tempat beragregasinya jenis hiu paus yang kehadirannya terjadi sepanjang tahun. ...

Bukan isapan jempol semata bahwa perairan Kwatisore adalah tempat beragregasinya jenis hiu paus yang kehadirannya terjadi sepanjang tahun. Dimana perairan ini merupakan bagian dari Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). 

Dengan durasi kemunculannya yang terjadi sepanjang tahun ini, maka tentunya perairan TNTC memiliki kelebihan dalam hal kemunculan vetebrata akuatik terbesar dibandingkan dengan lokasi perairan lainnya di dunia yang umumnya bersifat musiman.

Misalnya di Pantai Bentar dan sekitarnya, atau di Probolinggo, Jawa Timur, dimana ikan ini datang pada bulan Desember dan Januari – Maret (Noviyanti et al. 2016; Kamal et al. 2016), 

Di Ningaloo Reef, Australia, yang kemunculannya antara bulan Maret – Juli (DpaW. 2013), dan di Donsol, Filipina, biasanya antara Januari – Juni dengan musim terbaik antara Maret – April (Pine, 2007). 

Hiu paus (Rhincodon typus) dikenal dengan bentuk kepalanya yang lebar dan gepeng dengan mulut, garis insang dan sirip punggung (dorsal) pertama yang besar, dan pola totol-totol putih dan garis di kulitnya yang cenderung berwarna keabu-abuan. Hiu paus mempunyai beberapa nama lokal hiu seperti hiu tutul, hiu bodoh dan geger lintang.

Secara biologi, hewan ini memiliki sedikit keturunan dan lama mencapai ukuran dewasa (4-6 meter) bahkan saat ini telah masuk dalam daftar merah IUCN dengan kategori Endangered (Genting atau Terancam). Terlebih kekhawatiran akan adanya ancaman yang tinggi karena masuk dalam Apendix II CITES yang berarti spesies ini masih boleh diperdagangkan. Beruntungnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan melindungi hiu paus (R. typus) melalui KEPMEN-KP No 18 Tahun 2013. 

Pengembangan Wisata Hiu Paus
Destinasi wisata hiu paus dilakukan karena berdasarkan pada bentuk tubuhnya yang besar, kecepatan renangnya yang lambat dan cara makan dynamic filter-feedersserta tidak berbahaya (jinak) sehingga dapat berinteraksi dengan snorkelers dan penyelam ketika berada di permukaan (Compagno 1984; Chen &Phipps 2002).

Pengembangan kegiatan wisata berbasis hiu paus mempunyai dampak positif dan negatif, baik dari segi ekonomi, sosial, lingkungan dan masyarakat sekitar. 

Dampak positif dalam pengembangan dapat berupa peningkatan pendapatan masyarakat, menambah pendapatan dan devisa negara, membuka kesempatan kerja dan usaha bagi masyarakat sekitar serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting konservasi sumberdaya alam. 

Dampak negatif adalah ancaman terhadap keberlanjutan dari hiu paus itu sendiri. Seperti dilaporkan Quiros (2007) bahwa hiu paus mengalami stres akibat beberapa faktor seperti interaksi dengan wisatawan, jarak penyelam dan kapal yang terlalu dekat dengan ikan ini, serta durasi waktu yang dihabiskan untuk melakukan pengamatan akan memberikan pengaruh terhadap respons dan tingkah laku hiu paus.

Menentukan nilai ekonomi dari suatu spesies sangat penting dalam memperoleh dukungan untuk perlindungan spesies itu (Tisdell & Wilson 2004). Hal ini sejalan dengan Topelko dan Dearden (2005) yang mengatakan bahwa pengetahuan tentang nilai ekonomi pengamatan hiu biasa digunakan untuk mendapatkan dukungan publik untuk perlindungan hiu melalui pembentukan cadangan laut dan atau pembatasan ditempatkan pada industri perikanan.

Valuasi ekonomi ekowisata hiu paus bisa dengan menggunakan metode travel cost methode atau metode biaya perjalanan yang digunakan untuk mengetahui nilai kegunaan (use value) dari sumberdaya melalui pendekatan (proxy) biaya perjalanan. 

Metode ini digunakan pada valuasi ekonomi hiu paus di Seychelles (Norman B & Catlin J, 2007; Rowat &Engelhardt 2007). Metode ini memperhitungkan biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya tersebut.

Sesuai dengan penelitian kami dari Alumni Sekolah Pascasarjana, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, FPIK-IPB, Bogor, yang kami lakukan pada bulan Agustus – November tahun 2016 dengan penentuan sampel berdasarkan metode non-probability sampling, menunjukan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap permintaan wisata hiu paus adalah lama waktu tinggal di kawasan wisata hiu paus di perairan Kwatisore TNTC. Sedangkan nilai surplus konsumen adalah1.5579.93,445 per orang makanilai ekonomi ekowisata hiu paus per tahun adalah Rp. 384.824.380,8 

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata di atas, dilakukan dengan regresi linier berganda, sedangkan metode untuk menganalisis nilai surplus konsumen menggunakan travel Cost Method. Akumulasi nilai surplus konsumen tersebut dapat menghasilkan nilai ekonomi wisata hiu paus. 

Jadi, hasil dari penelitian yang kami lakukan menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi permintaan wisata hiu paus di perairan Kwatisore taman Nasional Teluk Cenderawasih secara signifikan adalah lamanya waktu berkunjung. Dimana pengaruh lama waktu berkunjung secara signifikan menunjukan perlu adanya penambahan fasilitas agar wisatawan mempunyai waktu yang lama di kawasan wisata hiu paus di perairan Kwatisore. 

Besar nilai surplus konsumen wisata hiu paus di perairan Kwatisore setiap pengunjung per tahun adalah Rp. 1.557.993,445 per orang Nilai total ekonomi wisata hiu paus di perairan Kwatisore Taman Nasional Teluk Cenderawasih per tahun adalah sebesar Rp. 384.824.380,8 per tahun

Oleh: Jemmy Manan, S.Pi., DESS, DEA
Staf Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 
Universitas Papua

No comments