Orang yang menjual TANAH itu melawan Firman TUHAN. Karena TUHAN berfirman TANAH itu harta sangat berharga bagi keberlangsungan hidup manusia...
Orang yang menjual TANAH itu melawan Firman TUHAN. Karena TUHAN berfirman TANAH itu harta sangat berharga bagi keberlangsungan hidup manusia. TANAH itu untuk diusahakan dan dipelihara bukan untuk dijual dan diserahkan kepada bangsa asing.
"TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15).
Perintah TUHAN Allah jelas dan terang. TANAH diusahakan dan dipelihara. Tidak ada perintah TUHAN bahwa TANAH dijual.
TANAH adalah hidup manusia. Dari dalam TANAH, TUHAN memberikan kepada manusia segala berkat. TANAH adalah Mama atau Ibu untuk manusia. TANAH adalah aset dan investasi kekayaan berharga bagi anak dan cucu di masa depan.
TANAH dijual dan diserahkan kepada orang asing berarti para penjual TANAH gadaikan harapan dan masa depan yang hampa dan semu bagi anak dan cucu kepada orang asing. TANAH dijual dan diserahkan kepada orang asing berarti para penjual TANAH menciptakan kemiskinan pemanen bagi anak dan cucunya dan mengantarkan anak dan cucu para pengemis pemanen di atas TANAH leluhur mereka.
TANAH dijual berarti para penjual turut menjual tulang-belulang dan roh para leluhur. Berarti orang-orang yang menjual TANAH berada dalam kutuk, murka dan malapetaka dari leluhur dan juga dari TUHAN. Uang yang diperoleh dari hasil menjual TANAH itu menjadi kutuk dan petaka bagi yang menjual TANAH.
Para pembaca artikel singkat ini, coba melihat kehidupan orang-orang yang menjual TANAH. Apakah ada toko, hotel, restoran, rumah yang baik dibangun dari hasil menjual TANAH itu? Atau apakah sebaliknya orang-orang yang menjual TANAH itu hidup melarat dan terkutuk?
Dalam pandangan teologis, manusia diciptakan dari debu TANAH. Seperti tertulis pendahuluan dari Kitab Suci dalam Kitab Kejadian.
"...ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia dari debu TANAH dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya, demikian manusia itu menjadi makhluk yang hidup." (Kej. 2:7).
Melihat dari kutipan Firman TUHAN ini menyatakan, ketika manusia menjual TANAH sesungguhnya menjual dirinya dan keluarganya dan anak cucunya kepada bangsa asing. Para penjual TANAH membawa keluarga dan keturunannya tanpa TANAH di masa depan. Tragedi kemiskinan dan kemelaratan yang diwariskan.
Orang Asli Papua harus hidup dan menghidupi keluarga dengan hasil dari kebun atau dari hasil mengolah TANAH dan bukan menghidupi keluarga dengan hasil jual TANAH.
Melalui artikel singkat ini, penulis sampaikan, bahwa seluruh TANAH dari Sorong-Merauke adalah TANAH milik Adat. Pemerintah provinsi, kabupaten/kota, Kodam, Polda, Korem, Kodim, Polres dan Polsek HANYA hak pakai bukan hak milik. Karena TANAH Adat adalah pemberian
TANAH bukan pemberian Negara. TANAH adat ada sebelum ada Negara. Negara tidak punya TANAH, tetapi pemilik TANAH ialah orang-orang penduduk asli. Rakyat harus bangkit dan gugat Negara yang membuat rakyat melarat dan miskin di atas TANAH milik adat. Negara buat undang-undang HANYA untuk menipu rakyat dan merampok TANAH milik masyarakat adat atas nama Negara dan undang-undang dan atas nama pembangunan. Pembangunan untuk siapa? Pembangunan dalam bentuk apa? Sementara manusia-manusia dibantai seperti hewan dan binatang dengan mitos-mitos separatis dan kkb.
"TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15).
Perintah TUHAN Allah jelas dan terang. TANAH diusahakan dan dipelihara. Tidak ada perintah TUHAN bahwa TANAH dijual.
TANAH adalah hidup manusia. Dari dalam TANAH, TUHAN memberikan kepada manusia segala berkat. TANAH adalah Mama atau Ibu untuk manusia. TANAH adalah aset dan investasi kekayaan berharga bagi anak dan cucu di masa depan.
TANAH dijual dan diserahkan kepada orang asing berarti para penjual TANAH gadaikan harapan dan masa depan yang hampa dan semu bagi anak dan cucu kepada orang asing. TANAH dijual dan diserahkan kepada orang asing berarti para penjual TANAH menciptakan kemiskinan pemanen bagi anak dan cucunya dan mengantarkan anak dan cucu para pengemis pemanen di atas TANAH leluhur mereka.
TANAH dijual berarti para penjual turut menjual tulang-belulang dan roh para leluhur. Berarti orang-orang yang menjual TANAH berada dalam kutuk, murka dan malapetaka dari leluhur dan juga dari TUHAN. Uang yang diperoleh dari hasil menjual TANAH itu menjadi kutuk dan petaka bagi yang menjual TANAH.
Para pembaca artikel singkat ini, coba melihat kehidupan orang-orang yang menjual TANAH. Apakah ada toko, hotel, restoran, rumah yang baik dibangun dari hasil menjual TANAH itu? Atau apakah sebaliknya orang-orang yang menjual TANAH itu hidup melarat dan terkutuk?
Dalam pandangan teologis, manusia diciptakan dari debu TANAH. Seperti tertulis pendahuluan dari Kitab Suci dalam Kitab Kejadian.
"...ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia dari debu TANAH dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya, demikian manusia itu menjadi makhluk yang hidup." (Kej. 2:7).
Melihat dari kutipan Firman TUHAN ini menyatakan, ketika manusia menjual TANAH sesungguhnya menjual dirinya dan keluarganya dan anak cucunya kepada bangsa asing. Para penjual TANAH membawa keluarga dan keturunannya tanpa TANAH di masa depan. Tragedi kemiskinan dan kemelaratan yang diwariskan.
Orang Asli Papua harus hidup dan menghidupi keluarga dengan hasil dari kebun atau dari hasil mengolah TANAH dan bukan menghidupi keluarga dengan hasil jual TANAH.
Melalui artikel singkat ini, penulis sampaikan, bahwa seluruh TANAH dari Sorong-Merauke adalah TANAH milik Adat. Pemerintah provinsi, kabupaten/kota, Kodam, Polda, Korem, Kodim, Polres dan Polsek HANYA hak pakai bukan hak milik. Karena TANAH Adat adalah pemberian
TANAH bukan pemberian Negara. TANAH adat ada sebelum ada Negara. Negara tidak punya TANAH, tetapi pemilik TANAH ialah orang-orang penduduk asli. Rakyat harus bangkit dan gugat Negara yang membuat rakyat melarat dan miskin di atas TANAH milik adat. Negara buat undang-undang HANYA untuk menipu rakyat dan merampok TANAH milik masyarakat adat atas nama Negara dan undang-undang dan atas nama pembangunan. Pembangunan untuk siapa? Pembangunan dalam bentuk apa? Sementara manusia-manusia dibantai seperti hewan dan binatang dengan mitos-mitos separatis dan kkb.
Ada Firman TUHAN yang tertulis dengan jelas yang dikutip di bawah ini.
"Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu adalah orang asing dan pendatang bagi-Ku" (Imamat 25:23).
Selamat merenungkan. Tuhan memberkati.
Ita Wakhu Purom, 10 Maret 2021
Oleh Gembala Dr. Socratez Yoman, MA
Ita Wakhu Purom, 10 Maret 2021
Oleh Gembala Dr. Socratez Yoman, MA
Penulis adalah Presiden Persekutuan Gereja-Gereja Baptis West Papua (PGBWP); Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC); Anggota Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC); dan Anggota Baptist World Alliance (BWA).
No comments